SEMUA ARTIKEL

http://almadiuniy.blogspot.com/2013/06/semua-artikel.html

Kamis, 29 Mei 2014

Menengok Kesabaran Diri Kala Ujian dan Cobaan Menerpa

” Menengok Kesabaran Diri Kala Ujian dan Cobaan Menerpa”

Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi

Tak ada jalan yang tak berkelok Tak ada lautan yang tak berombak. Tak ada ladang yang tak beronak. Di mana ada kehidupan pasti di situ ada ujian dan cobaan. Demikianlah sekelumit tentang sketsa kehidupan dunia yang fana ini. Allah Subhanahu wata’ala menjadikannya sebagai medan tempaan (darul ibtila’), untuk menguji kualitas kesabaran dan penghambaan segenap hamba-Nya.
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahumallah berkata, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menguji hamba-Nya yang beriman tidak untuk membinasakannya, tetapi untuk menguji sejauh manakah kesabaran dan penghambaannya. Sebab, sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala wajib diibadahi dalam kondisi sulit dan dalam hal-hal yang tidak disukai (oleh jiwa), sebagaimana pula Dia Subhanahu wata’ala wajib diibadahi dalam hal-hal yang disukai. Kebanyakan orang siap mempersembahkan penghambaannya kepada Allah Subhanahu wata’ala dalam hal-hal yang disukainya. Karena itu, perhatikanlah penghambaan kepada-Nya dalam hal-hal yang tak disukai. Sebab, di situlah letak perbedaan yang membedakan kualitas para hamba. Kedudukan mereka di sisi Allah Subhanahu wata’ala pun sangat bergantung pada perbedaan kualitas tersebut.” (al-Wabil ash-Shayyib, hlm. 5)
Ujian dan Cobaan dalam Ranah Kehidupan Beragama
Setiap muslim sejati tentu menyadari bahwa ragam ujian dan cobaan pasti menerpa kehidupannya. Tiada bimbingan ilahi dalam menghadapi ragam ujian dancobaan itu melainkan dengan bersabar atasnya meski disadari bahwa kesabaran itu sangat berat dilakukan. Namun, itulah hikmah kehidupan yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu wata’ala Dzat Yang Maharahman. Dalam ranah kehidupan beragama, ada tiga jenis ujian dan cobaan yang tak mungkin seorang muslim lepas darinya. Bagaimana pun situasi dan kondisinya, pasti dia akan menghadapinya. Tiga jenis ujian dan cobaan itu adalah sebagai berikut,
1. Perintah-perintah Allah Subhanahu wata’ala yang wajib ditaati.
2. Larangan-larangan Allah Subhanahu wata’ala (kemaksiatan) yang wajib dijauhi.
3. Musibah yang menimpa (takdir buruk).
Para ulama sepakat bahwa senjata utama untuk menghadapi tiga jenis ujian dan cobaan itu adalah kesabaran, yaitu;
1. Sabar di atas ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala, dengan selalu mengerjakan segala perintah-Nya Subhanahu wata’ala.
2. Sabar dari perbuatan maksiat, dengan selalu menahan diri dari segala yang dilarang oleh Allah Subhanahu wata’ala.
3. Sabar atas segala musibah yang menimpa dengan diiringi sikap ikhlas dan ridha terhadap takdir yang ditentukan oleh Allah Subhanahu wata’ala. (Lihat Qa’idah fish Shabr karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah [hlm. 90—91], Syarh Shahih Muslim karya al-Hafizh an-Nawawi [3/101], dan Madarijus Salikin [2/156], dll.)
Sejauh manakah kesabaran dan penghambaan kita kepada Allah Subhanahu wata’ala terkait dengan tiga jenis ujian dan cobaan itu? Sudahkah kita bersabar di atas ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala  dengan selalu mengerjakan segala perintah-Nya?
Sudahkah kita bersabar dari perbuatan maksiat dengan selalu menahan diri dari segala yang dilarang oleh Allah Subhanahu wata’ala? Sudahkah kita bersabar atas segala musibah yang menimpa dengan ikhlas dan ridha terhadap takdir yang ditentukan oleh Allah Subhanahu wata’ala?
Marilah kita menengok kesabaran diri masing-masing. Semoga Allah Subhanahu wata’ala menutupi segala kekurangan kita dan mengampuni segala kesalahan kita. Wallahul musta’an.
Dalam menjalani kehidupan beragama, setiap muslim tak bisa dipisahkan dengan lingkungan tempat hidupnya. Lingkungan yang bersifat majemuk baik dari sisi karakter, latar belakang keluarga dan pendidikan, maupun pemahaman agama. Di situlah seorang muslim akan diberi ujian dan cobaan oleh Allah Subhanahu wata’ala terkait dengan tiga jenis kesabaran di atas. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
الم () أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُو
“Alif Laam Miim. Apakah manusia mengira dibiarkan berkata, ‘Kami telah beriman’ sedangkan mereka tidak diberi ujian?” (al-‘Ankabut: 1—2)
Ujian dan cobaan itu pun beragam bentuknya. Terkadang dalam bentuk keburukan dan terkadang pula dalam bentuk kebaikan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan “Alif Laam Miim. Apakah manusia mengira dibiarkan berkata, ‘Kami telah beriman’ sedangkan mereka tidak diberi ujian?” sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.” (al-Anbiya’: 35)
Di antara ujian dan cobaan itu adalah adanya orang-orang jahat yang tidak suka terhadap orang-orang yang istiqamah di atas jalan kebenaran. Mereka mencela, menghina, mencibir, bahkan memusuhi orang-orang yang istiqamah itu. Kondisi semacam ini bahkan telah dialami oleh para nabi terdahulu yang mulia. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِّنَ الْمُجْرِمِينَ ۗ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi, musuh dariorang-orang yang berdosa. Cukuplah Rabb-mu sebagai pemberi petunjuk dan penolong.” (al-Furqan: 31)
Maka dari itu, siapa saja dari hamba Allah Subhanahu wata’ala , baik muslim maupun muslimah yang berupaya istiqamah, dengan meniti jejak Rasulullah n dan para sahabatnya (bermanhaj salaf) akan mengalami ujian terkait dengan keistiqamahannya itu. Tudingan sok alim, eksklusif, merasa benar sendiri, bertentangan dengan adat dan tradisi masyarakat, teroris, dan ujung-ujungnya vonis sesat, kerap kali menerpa. Semua itu Allah Subhanahu wata’ala tetapkan untuk menguji kesabaran para hamba- Nya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
“Dan Kami jadikan sebagian kalian cobaan bagi sebagian yang lain, maukah kalian bersabar? Dan adalah Rabb-mu Maha Melihat.” (al-Furqan: 20)
Dengan demikian, tiada jalan keselamatan dari segala ujian itu selain bersabar di atas kebenaran dengan mengedepankan sikap ilmiah, berpijak di atas hikmah, tidak mengedepankan hawa nafsu ataupun perasaan, penuh kehatihatian dalam menilai dan melangkah (ta’anni), tidak mudah bereaksi, dan tidak serampangan bertindak. Tentu saja, tidak lupa memohon pertolongan dari Allah Subhanahu wata’ala Penguasa alam semesta dan berkonsultasi dengan para ulama yang mulia.
Satu hal penting yang patut dicatat, patokan kebenaran bukanlah banyaknya\ jumlah pengikut atau orang yang mengerjakan sebuah amalan. Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Di antara prinsip kaum jahiliah adalah menilai kebenaran dengan jumlah mayoritas dan kesalahan dengan jumlah minoritas. Jadi, segala sesuatu yang diikuti kebanyakan orang berarti benar, sedangkan yang diikuti segelintir orang berarti salah. Inilah patokan mereka dalam hal menilai kebenaran dan kesalahan. Padahal patokan tersebut tidak benar, karena Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
“Dan jika kamu menuruti mayoritas orang-orang yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (al-An’am: 116)
وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Tetapi mayoritas manusia itu tidak mengetahui.” (al-A’raf: 187)
وَمَا وَجَدْنَا لِأَكْثَرِهِم مِّنْ عَهْدٍ ۖ وَإِن وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ
“Dan Kami tidak mendapati mayoritas mereka memenuhi janji. Sesungguhnya  Kami mendapati mayoritas mereka orangorang yang fasik.” (al-A’raf: 102)
dan sebagainya.” (Syarh Masail al-Jahiliyah, hlm. 60)
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa sedikitnya pengikut suatu dakwah, tidak lazimnya cara ibadah yang dilakukan (tidak seperti kebanyakan orang), atau penampilan yang berbeda dengan keumuman, bukanlah alasan untuk memvonis salah atau sesatnya sebuah dakwah, lebih-lebih manakala dakwah tersebut berpijak di atas bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Bukankah dakwah para rasul yang mulia—di awal kemunculannya— tidak umum dan tidak lazim di mata kaumnya?! Bukankah tidak sedikit dari para rasul tersebut yang dimusuhi dan ditentang dakwahnya? Sebagian mereka hanya diikuti oleh segelintir orang, bahkan sebagian lainnya tidak mempunyai pengikut! Namun, itu semua tak mengurangi nilai dakwah yang mereka emban dan tak menjadikan dakwah mereka divonis salah atau sesat. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ
“Dan tidaklah beriman bersamanya (Nuh) kecuali sedikit.” (Hud: 40)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عُرِضَتْ عَلَيَّ اْلأُمَمُ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّهْطُ، وَالنَّبِيَّ وَمعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلاَنِ وَالنَّبِيَّ وَلَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ
“Telah ditampakkan kepadaku beberapa umat, maka aku melihat seorang nabi yang bersamanya kurang dari 10 orang, seorang nabi yang bersamanya satu atau dua orang, dan seorang nabi yang tidak ada seorang pun yang bersamanya.” (HR. al-Bukhari no. 5705, 5752, dan Muslim no. 220, dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu)
Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah Alusy Syaikh rahimahumallah berkata, “Dalam hadits ini terdapat bantahan terhadap orang yang berdalil dengan hukum mayoritas dan beranggapan bahwa kebenaran itu selalu bersama jumlah yang banyak. Padahal tidaklah demikian adanya. Yang semestinya adalah seseorang mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah bersama siapa saja dan di mana saja.” (Taisir al-‘Azizil Hamid, hlm.106)
Fenomena Syahwat dan Syubhat
Di era globalisasi modern ini, syahwat dan syubhat menjadi ujian tersendiri bagi setiap muslim yang istiqamah di atas kebenaran. Ragam ujian itu pun benar-benar membutuhkan perjuangan dan kesabaran yang sangat tinggi. Godaan syahwat demikian gencarnya menerpa iman dan jiwa seseorang. Wanita dengan berbagai model dan aksen selalu mengiringi derap langkah manusia sepanjang zaman. Penampilan yang norak dan pakaian serba minim telah merambah putri-putri kaum muslimin.
Tak hanya kawula muda, para ibu rumah tangga sekalipun tak luput darinya. Akibatnya, mental dan rasa malunya setahap demi setahap terkikis seiring dengan lajunya arus modernisasi. Tak mengherankan apabila mereka menjadi ikon utama dalam dunia iklan, baik di media cetak maupun media elektronik. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku sebuah godaan yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki daripada wanita.” (HR. al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2741, dari Usamah bin Zaid rahimahumallah)
Betapa banyak para pemuda yang tak bisa bersabar terhadap godaan wanita. Betapa banyak para suami yang tak mampu bersabar di atas ketaatan karena godaan sang istri. Enggan untuk istiqamah karena tak disetujui oleh istri. Tak mau hadir di majelis-majelis taklim karena “takut” dengan istri. Bahkan, terkadang ia siap melakukan perbuatan maksiat; wirausaha dengan cara yang haram, mencuri, merampok, menipu, dan semisalnya demi memenuhi tuntutanistri. Dunia dan akhiratnya rusak akibat godaan wanita. Wallahul musta’an.
Di antara godaan syahwat yang juga berbahaya bagi kehidupan beragama seorang muslim adalah harta. Slogan “waktu adalah uang” menjadi prinsip hidup sebagian orang. Berpegang teguh dengan agama akan mewariskan kemiskinan dan kesengsaraan, dianggap suatu keniscayaan. Tak mengherankan apabila sebagian orang ada yang menjadikan harta sebagai tolok ukur kesuksesan dan keberhasilan. Fenomena ini sungguh telah terjadi pada diri Qarun, seorang konglomerat di masa Nabi Musa ‘Alaihissalam yang dibinasakan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Menurut Qarun, limpahan harta yang ada pada dirinya merupakan bukti kesuksesan dan keridhaan Allah Subhanahu wata’ala kepadanya, sedangkan Nabi Musa q dan yang bersamanya tidak mendapatkan keridhaan dari Allah Subhanahu wata’ala karena tak sukses dari sisi harta. Maka dari itu, Allah Subhanahu wata’ala membantah persangkaan Qarun yang batil itu dengan firman-Nya Subhanahu wata’ala,
أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا ۚ وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ
“Apakah dia tidak mengetahui bahwa Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang jahat itu tentang dosa-dosa mereka.” (al-Qashash: 78)
Ujian harta ternyata tidak hanya menerpa orang awam atau anak jalanan semata, tetapi orang berilmu pun nyaris terancam manakala orientasi hidupnya adalah dunia. Di mana ada “lahan basah” dia pun ada di sana, walaupun harus mengikuti keinginan big boss-nya yang kerap kali tak sesuai dengan syariat dan hati nuraninya. Syahdan, ketika hawa nafsu telah membelenggu fitrah sucinya, ayat-ayat Allah Subhanahu wata’ala (agama) dia jual dengan harga yang murah dan manhaj (prinsip agamanya) pun dia korbankan demi meraih kelayakan hidup atau kemapanan ekonomi. Dengan tegas Allah Subhanahu wata’ala memperingatkan orang-orang berilmu dari perbuatan yang tercela itu, sebagaimana firman-Nya,
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۙ أُولَٰئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ () أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَىٰ وَالْعَذَابَ بِالْمَغْفِرَةِ ۚ فَمَا أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalamperutnya melainkan api. Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan mensucikan mereka, dan bagi mereka siksa yang pedih. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan (membeli) siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menghadapi api neraka!” (al-Baqarah: 174—175)
Ada hal penting yang patut diperhatikan. Sikap selektif dan sensitif dalam mendapatkan harta harus selalu dimiliki oleh setiap muslim, baik untuk kehidupan pribadi maupun kepentingan dakwahnya. Tidak asal comot. Tidak pula pakai prinsip “aji mumpung”. Mumpung ada dana, diterima sajalah!? Tanpa mencermati dari mana datangnya dana tersebut, apa latar belakangnya, dan apa pula efek setelah mendapatkannya, baik yang berkaitan dengan dirinya maupun dakwah secara umum.
Langkah-langkah di atas seyogianya ditempuh oleh setiap muslim sekalipun dana tersebut berasal dari lembaga/yayasan yang bergerak di bidang keagamaan atau bahkan yang mengatasnamakan Ahlus Sunnah. Betapa banyak lembaga/yayasan yang bergerak di bidang keagamaan atau yang mengatasnamakan Ahlus Sunnah, realitasnya jauh panggang dari api. Sudahkah kita bersabar menghadapi kondisi yang semacam ini? Marilah kita menengok kesabaran diri, mudahmudahan taufik dan inayah Allah Subhanahu wata’ala selalu bersama kita. Amiin…
Adapun godaan syubhat yang berupa kerancuan berpikir tak kalah dahsyatnya dengan godaan syahwat. Aliran-aliran sesat yang mengatasnamakan Islam bermunculan, kesyirikan dipromosikan tanpa ada halangan, para dukun alias orang pintar dijadikan rujukan, ngalap berkah di kuburan para wali menjadi tren wisata religius (agama), dan praktik bid’ah (sesuatu yang diada-adakan) dalam agama meruak dengan dalih bid’ah hasanah. Semua itu mengingatkan kita akan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
بَادِرُوا بِا عْألَْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِم،ِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِيْ كَافِرًا وَيُمْسِيْ مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“Bergegaslah kalian untuk beramal, (karena akan datang) fitnah-fitnah (ujian dan cobaan) layaknya potongan-potongan malam. Di pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan sore harinya dalam keadaan kafir. Di sore hari dalam keadaan beriman dan keesokan harinya dalam keadaan kafir. Dia menjual agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya) dunia ini.” (HR. Muslim no.118, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al- Madkhali hafizhahullah berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam seorang yang jujur lagi tepercaya telah memberitakan kepada kita dalam banyak haditsnya, termasuk hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu (di atas, -pen.) tentang bermunculannya ragam ujian di tengah umat. Sungguh, telah datang berbagai ujian besar yang sangat kuat menghempas akidah dan manhaj (prinsip beragama) umat Islam, mencabik-cabik keutuhan mereka, menyebabkan pertumpahan darah antarmereka, dan menjatuhkan kehormatan mereka. Bahkan, benarbenar telah menjadi kenyataan (pada umat ini) apa yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ وَذِرَاعاً بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَتَبِعْتُمُوْهُمْ
‘Sungguh kalian akan mengikuti jalan/jejak orang-orang sebelum kalian (Yahudi dan Nasrani, -pen.) sejengkal dengan sejengkal dan sehasta dengan sehasta1. Sampai-sampai jika mereka masuk ke liang binatang dhab (sejenis biawak yang hidup di padang pasir, -pen.) pasti kalian akan mengikutinya’.”
Lebih lanjut, asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata, “Saat ini di banyak negeri kaum muslimin muncul berbagai keburukan, seperti komunis, liberal, sekuler, sosialis, dan demokrasi dengan segala perangkatnya. Kelompok sesat Syiah Rafidhah dan Khawarij pun semakin gencar mengembuskan racun-racun yang dahulu mereka sembunyikan. Sebagaimana pula telah muncul kelompok sesat Qadiyaniah dan Bahaiah.” (Haqiqah al-Manhaj al- Wasi’ ‘Inda Abil Hasan, hlm. 2)
Di era globalisasi modern ini, keberadaan ujian syahwat dan syubhat semakin mengglobal. Terpaannya pun semakin dahsyat terhadap iman dan jiwa seseorang. Bagaimana tidak?! Ragam godaan syahwat dan syubhat dari manca negara dengan mudah dapat disaksikan di berbagai kanal televisi. Terlebih lagi di internet, semuanya dapat diakses secara bebas dan mudah. Bahkan, di dunia maya, semua orang—termasuk “pegiat dakwah”—dapat berkenalan dan bertemandengan siapa saja secara bebas dalam ajang FB (facebook) yang mengerikan itu. Para pencinta syahwat terfasilitasi untuk mengumbar syahwatnya. Demikian pula para penjaja syubhat terfasilitasi untuk menjajakan syubhatnya. Betapa banyak kasus perselingkuhan, perceraian, dan kasus-kasus rumah tangga lainnya terjadi akibat pertemanan bebas di facebook. Betapa banyak pula orangorang yang sebelumnya istiqamah di atas manhaj yang lurus menjadi melenceng akibat pertemanan bebas di facebook itu. Wallahul musta’an.
Akhir kata, semoga Allah Subhanahu wata’ala  menganugerahkan kesabaran diri kepada kita sehingga dimudahkan untuk istiqamah di atas kebenaran kala ujian dan coban menerpa. Amiin, Ya Mujibas sailin….

sumber 

Pengaruh Orang Tua Terhadap Anak

858038

[Permata Salaf] Pengaruh Orang Tua Terhadap Anak



Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Betapa banyak orang yang mencelakakan anaknya—belahan hatinya—di dunia dan di akhirat karena tidak memberi perhatian dan tidak memberikan pendidikan adab kepada mereka. Orang tua justru membantu si anak menuruti semua keinginan syahwatnya. Ia menyangka bahwa dengan berbuat demikian berarti dia telah memuliakan si anak, padahal sejatinya dia telah menghinakannya. Bahkan, dia beranggapan, ia telah memberikan kasih sayang kepada anak dengan berbuat demikian. Akhirnya, ia pun tidak bisa mengambil manfaat dari keberadaan anaknya. Si anak justru membuat orang tua terluput mendapat bagiannya di dunia dan di akhirat. Apabila engkau meneliti kerusakan yang terjadi pada anak, akan engkau dapati bahwa keumumannya bersumber dari orang tua.” (Tuhfatul Maudud hlm. 351)

Beliau rahimahullah menyatakan pula,
“Mayoritas anak menjadi rusak dengan sebab yang bersumber dari orang tua, dan tidak adanya perhatian mereka terhadap si anak, tidak adanya pendidikan tentang berbagai kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Orang tua telah menyia-nyiakan anak selagi mereka masih kecil, sehingga anak tidak bisa memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan orang tuanya ketika sudah lanjut usia. Ketika sebagian orang tua mencela anak karena kedurhakaannya, si anak menjawab, ‘Wahai ayah, engkau dahulu telah durhaka kepadaku saat aku kecil, maka aku sekarang mendurhakaimu ketika engkau telah lanjut usia. Engkau dahulu telah menyia-nyiakanku sebagai anak, maka sekarang aku pun menyia-nyiakanmu ketika engkau telah berusia lanjut’.” (Tuhfatul Maudud hlm. 337)

(Diambil dari Huququl Aulad ‘alal Aba’ wal Ummahat hlm. 8—9, karya asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahim al-Bukhari hafizhahullah)

sumber                                                                      

Senin, 21 April 2014

Mengenal al-Fuqaha’ as-Sab’ah (Tujuh Tokoh Ulama Ahli Fikih)

Mengenal al-Fuqaha’ as-Sab’ah (Tujuh Tokoh Ulama Ahli Fikih)

Madinah an-Nabawiyah, memang telah menyimpan banyak kenangan bersejarah yang tidak akan terlupakan dalam sendi kehidupan kaum muslimin. Disanalah tonggak jihad fi sabilillah mulai dipancangkan dibawah naungan nubuwah dalam rangka meninggikan kalimat Alloh di muka bumi dan memadamkan api kesombongan dan keangkaramurkaan kaum musyrikin. Maka semakin tumbuh dan berkembang kota tersebut sebagai ibukota sebuah negara Islam yang baru lahir, di bawah pimpinan insan terbaik yang terlahir di muka bumi.
Kota Madinah menjadi pusat penggemblengan pahlawan-pahlawan Islam yang akan meneruskan tongkat estafet jihad fi sabilillah dan para ulama yang akan menyebarkan dakwah Islam di seluruh penjuru negeri. Seiring dengan pergantian waktu, namanya pun semakin bertambah harum semerbak laksana mawar yang sedang tumbuh merekah dengan warnanya yang indah dan berwarna-warni.
Halaqoh-halaqoh (majelis-majelis) ilmu tumbuh semarak dan berkembang dengan sangat pesatnya mewarnai kehidupan kaum muslimin, dengan dibawah bimbingan para ulama sahabat yang mereka telah mendapatkan warisan kenabian yang sangat berharga untuk kemudian mereka wariskan kepada generasi setelahnya. Maka lahirlah di tangan mereka, generasi terbaik kedua umat ini, yaitu generasi Tabi'in sebagaimana yang telah dikhabarkan oleh Rasululloh melalui lisan beliau kepada para sahabatnya. Kota Madinah pun menjadi impian, dambaan dan angan-angan para penuntut ilmu di seluruh penjuru negeri untuk dapat mereguk manisnya warisan nubuwah. Dan satu diantara sekian buah usaha pendidikan dan bimbingan para sahabat, lahirlah disana sejumlah para ulama ahli fikih yang dikenal dengan sebutan Fuqoha Sab'ah (7 tokoh ulama ahli fikih) yang mumpuni dalam hal ilmu dan amal.
Mereka adalah 7 orang ulama ahli fikih kota Madinah yang tidak saja diakui keluasan ilmunya oleh penduduk negeri tersebut namun diakui pula oleh para ulama di seluruh penjuru negeri.
Mereka adalah :
1. Sa'id bin al-Musayyib
2. 'Urwah bin az-Zubair
3. Sulaiman bin Yasar
4. Al-Qosim bin Muhammad
5. Abu Bakar bin 'Abdirrahman
6. Kharijah bin Zaid
7. 'Ubaidullah bin Abdillah bin 'Utbah
Mereka adalah tujuh orang ulama kota Madinah yang keluasan ilmunya tidak saja diakui oleh penduduk negeri tersebut namun diakui pula oleh para ulama di seluruh penjuru negeri. Dikatakan oleh seorang penyair:
إِذَا قِيْلَ مَنْ فِي الْعِلْمِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ                رِوَايَتُهُمْ لَيْسَتْ عَنِ الْعِـلْمِ خَارِجَةْ
فَقُلْ هُمْ عُبَيْدُ اللهِ عُرْوَةٌ قَاسِـمٌ                سَعِيْدٌ أَبُوْبَكْرٍ سُلَيْـمَانُ خَـارِجَةْ
Jika dikatakan siapa (yang keluasan) ilmunya (seperti) tujuh lautan
Riwayat mereka tidak keluar dari ilmu
Katakanlah mereka itu adalah ‘Ubaidullah, Urwah, Qasim
Sa’id, Abu Bakr, Sulaiman, dan Kharijah
Dengan memohon pertolongan kepada Alloh Ta’ala, berikut ini akan kami sebutkan biografi singkat mereka satu persatu, insya Alloh kami akan menampilkannya secara bersambung, dimulai dengan Sa’id bin al-Musayyib, penghulu para tabi’in, dengan harapan agar kita semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari ilmu dan amalan yang mereka miliki sehingga kita bisa meneladaninya dalam kehidupan kita di zaman sekarang.
SA'ID BIN AL-MUSAYYIB
Penghulu Para Tabi'in
Kunyah dan Nama Lengkap
Beliau memiliki kunyah dan nama lengkap sebagai berikut :
Abu Muhammad Sa'id bin al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb bin 'Amr bin A'idz bin 'Imron bin Makhzum bin Yaqzhah al-Qurasyi al-Makhzumi al-Madani.
Dialah seorang yang 'alim dari kalangan penduduk Madinah, seorang tokoh tabi'in pada zamannya, seorang yang ahli dalam bidang fikih pada masanya, seorang tokoh dari tujuh tokoh ahli fikih yang terkenal dalam sejarah Islam dan bahkan termasuk dari pemimpin para ulama. Beliau menempati thabaqah (tingkatan) yang kedua. Dilahirkan di kota Madinah, lewat 2 tahun dari masa kekhalifahan Umar bin al-Khattab.
Beliau adalah seorang yang memiliki kepribadian yang bersahaja. Kepala dan jenggot beliau berwarna putih dan beliau sangat menyenangi pakaian yang berwarna putih. Salah seorang sahabat beliau pernah mengatakan: "Aku belum pernah melihat Sa'id memakai pakaian selain pakaian putih."
Keilmuan, Ibadah Dan Akhlak
Beliau bertemu dengan banyak sahabat dan meriwayatkan hadits  dari mereka, diantaranya adalah Umar bin al-Khattab, 'Utsman bin 'Affan, 'Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-'Asy'ari, Sa'd bin Abi Waqqash, 'Aisyah binti Abi Bakr, Abu Hurairah, Abdullah bin 'Abbas, Muhammad bin Maslamah, Ummu Salamah, Abdullah bin Umar, Sa'ad bin Ubadah, Abu Dzarr al-Ghifari, Ubay bin Ka'b, Bilal bin Rabah, Abu Darda, Ummu Syuraik, Hakim bin Hizam, Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash, Abi Said al-Khudri, Hassan bin Tsabit, Shuhaib ar-Rumi, Shafwan bin 'Umayyah, Mu'awiyah bin Abi Sufyan dll.
Beliau adalah orang yang paling mengetahui tentang hadits-hadits Abu Hurairah dan bahkan menikahi putrinya.
Dan diantara para ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah: al-Imam az-Zuhri, Qotadah, 'Amr bin Dinar, Yahya bin Sa'id al-Anshori Syarik bin Abi Namir, Abdurrahman bin Harmalah, 'Atha al-Khurasani, Maimun bin Mihran dll.
Beliau adalah seorang yang memiliki kelebihan dalam hal ilmu dan amalan. Tentang kelebihan yang dimiliki oleh beliau dalam masalah ilmu diterangkan sebagai berikut :
Para ulama mengakui bahwasanya tidak ada seorangpun dari para ulama dan pejabat di kalangan sahabat pada waktu itu bahkan sampaipun khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin al-Khattab dan 'Utsman bin 'Affan yang lebih 'alim di dalam mengambil suatu keputusan selain beliau. Dan beliau memang seorang mufti (pemberi fatwa) di zamannya dalam keadaan para sahabat bahkan para pembesar sahabat masih hidup dikalangan kaum muslimin pada zaman tersebut. [1]
Fatwa-fatwa beliau dalam berbagai permasalahan selalu menjadi bahan rujukan kaum muslimin dan selalu dikedepankan dalam menyelesaikan beberapa permasalahan. Dan di kalangan para fuqoha (ahli dalam masalah fikih), beliau adalah seorang yang sangat pandai dalam bidang fikih kemudian hasil pemikiran-pemikiran beliau juga mendapat tempat yang utama di hati kaum muslimin serta beliau pun menguasai masalah sunnah-sunnah Rasululloh.
Dan dahulu Umar bin Abdil Aziz sewaktu masih menjabat sebagai gubernur di kota Madinah, tidaklah dia berani memutuskan suatu perkara kecuali menanyakan terlebih dahulu perkara tersebut kepada Sa'id bin al-Musayyib. Suatu ketika Umar bin Abdul Aziz memiliki suatu perkara yang sangat membutuhkan jawaban yang cepat dan tepat. Maka beliau mengutus salah seorang utusan untuk menanyakan perkara tersebut kepada Sa'id bin al-Musayyib. Alkisah sang utusan tersebut berhasil membawa Sa'id bin al-Musayyib ke hadapan Umar bin Abdil Aziz. Melihat kedatangan Sa'id bin al-Musayyib, terkejutlah Umar bin Abdil Aziz dan rona wajahnya berubah menunjukkan rasa malu kepada beliau. Maka berkatalah Umar bin Abdil Aziz: "Aku minta maaf kepadamu wahai Sa'id atas kesalahpahaman utusanku. Sebenarnya aku mengutus dia adalah untuk menanyakan kepadamu tentang suatu perkara di majelismu dan bukan untuk menyuruh engkau untuk hadir di hadapanku."
Dikisahkan pula bahwasanya beliau diberikan kelebihan oleh Alloh Ta'ala berupa  ilmu dalam hal tabir mimpi (menafsirkan mimpi seseorang) sebagaimana kemampuan yang telah Alloh Ta'ala berikan kepada Nabi Yusuf 'alaihis salam. Beliau mempelajari ilmu ini dari shahabiyah Asma binti Abi Bakr ash-Shiddiq, dan Asma mengambil ilmu tersebut dari ayahnya yaitu Abu Bakr ash-Shiddiq.
Tentang masalah ini, dikisahkan sebagai berikut:
Telah datang seorang laki-laki kepada beliau menceritakan tentang mimpinya:
"Dalam mimpiku seakan-akan aku melihat Abdul Malik bin Marwan[2] kencing di arah kiblat Masjid Nabawi sebanyak 4 kali." Maka Sa'id berkata: "Kalau mimpimu memang benar seperti itu maka tafsirannya adalah sebagai berikut: sesungguhnya akan lahir dari sulbi Abdul Malik bin Marwan 4 orang khalifah."[3]
Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwasanya beliau melihat dalam mimpinya seakan-akan diantara kedua matanya tertulis ayat:
قل هو الله أحد
maka dia dan keluarganya gembira dengan mimpi tersebut.
Maka diceritakanlah mimpi tersebut kepada Sa'id bin al-Musayyib. Beliau berkata menafsirkan mimpi tersebut: "Kalau memang benar mimpi yang engkau ceritakan, maka ajalmu tinggal sebentar lagi." Dan Al-Hasan bin Ali pun meninggal tidak lama setelah itu.
Seseorang menceritakan mimpinya kepada beliau: "Aku melihat dalam mimpiku seorang wanita cantik berada diatas puncak menara."
Kemudian beliau menafsirkannya bahwa al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi akan menikahi anak perempuan Abdullah bin Ja'far.
Seseorang berkata kepada beliau: "Wahai Abu Muhammad, aku melihat dalam mimpiku seakan-akan aku berada disebuah tempat yang teduh kemudian aku berdiri di bawah sinar matahari." Beliau berkata: "Jika memang benar mimpimu tersebut maka engkau sungguh akan keluar dari Islam." Kemudian orang itu berkata lagi : "Wahai Abu Muhammad, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku tersebut aku dipaksa keluar dari tempat yang teduh ke tempat terik matahari, maka aku duduk dibawahnya." Beliau berkata: "Engkau akan dipaksa untuk keluar dari Islam." Maka orang tersebut ditawan oleh musuh dalam suatu pertempuran dan dipaksa untuk kafir namun kemudian kembali kepada Islam.
Seseorang menceritakan kepada beliau bahwa dalam mimpinya dia melihat seakan-akan dia masuk ke dalam api. Kata beliau: "Engkau tidak akan mati sampai engkau bisa mengarungi lautan, dan engkau mati dalam keadaan terbunuh. Maka orang tersebut pergi mengarungi lautan dan telah dekat masa kematian baginya.
Dia terbunuh pada peristiwa Qudaid  yaitu sebuah tempat yang terletak antara Makkah dan Madinah. Di tempat itulah pada tahun 130 H pernah terjadi pertempuran hebat yang memakan banyak korban antara penduduk Madinah dengan pasukan Abu Hamzah al-Khariji.
Beliau juga merupakan seorang teladan di dalam semangatnya menuntut ilmu. Beliau pernah berkata : Aku pernah melakukan perjalanan sehari semalam hanya untuk mendapatkan satu hadits saja.
Dan tidak kalah pula, beliau adalah seorang yang sangat semangat dalam beribadah kepada Alloh Ta'ala. Dan beliau pernah mengatakan : "Aku tidak pernah tertinggal shalat jama'ah sejak 40 tahun yang lalu." Beliau juga berkata: "Tidaklah seorang muadzin mengumandangkan adzan sejak 30 tahun yang lalu kecuali aku telah berada di masjid." Dan beliau juga sangat rajin dan istiqomah dalam melaksanakan ibadah puasa. Dan  selama hidupnya beliau telah melaksanakan ibadah haji sebanyak 40 kali.
Beliau adalah seorang ulama yang terkenal wara'. Tentang masalah wara'nya beliau, pernah disebutkan dalam sebuah riwayat bahwasanya beliau mendapatkan tawaran gaji tunjangan dari Baitul Mal (kas negara) sebanyak 30 ribu lebih. Namun beliau menolak tawaran tersebut seraya berkata: "Aku tidak membutuhkan terhadap harta tersebut."
Beliau pernah mengatakan: "Barangsiapa yang merasa cukup dengan Alloh Ta'ala maka manusia akan butuh kepadanya."
Bahkan menjelang detik-detik kematiannya, beliau meninggalkan beberapa dinar dan berkata: " Sesungguhnya Engkau mengetahui bahwasanya tidaklah aku meninggalkan beberapa dinar kecuali akan terjaga dengannya hisabku dan agamaku."
Dan beliau mendapati pula masa berkuasanya gubernur al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi di wilayah Irak. Dia adalah seorang penguasa yang paling kejam dan sadis pada masa itu bahkan tidak ada yang setara dalam hal kekejamannya dikalangan para penguasa pada masa sekarang. Ribuan kaum muslimin dan para ulama menjadi korban keberingasannya. Sangat sedikit sekali diantara kaum muslimin dan para ulama yang selamat dari tangannya. Dan diantara para ulama yang selamat dari keberingasannya adalah Sa'id bin al-Musayyib. Sampai-sampai ada salah seorang yang bertanya kepada beliau: "Ada apa sebenarnya dengan al-Hajjaj, kenapa dia tidak pernah memanggilmu untuk menghadap kepadanya, dan dia tidak pernah mengganggumu dan menyakitimu ?" Beliau berkata : "Demi Allah aku tidak tahu, kecuali dulu aku pernah melihat dia (al-Hajjaj) suatu hari masuk ke masjid bersama bapaknya, kemudian dia melaksanakan sholat tapi dia tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya dengan baik.
Maka mengambil batu kerikil dan aku lemparkan ke arahnya sebagai isyarat agar dia menyempurnakan ruku dan sujudnya". Maka sejak saat itu al-Hajjaj pun memperbagus sholatnya. Jadi seakan-akan al-Hajjaj berhutang budi kepada beliau atas nasehatnya dalam memperbaiki cara sholatnya, oleh karena itulah beliau aman dari gangguannya.    
Pujian Para 'Ulama
Abdullah bin Umar berkata: "Sa'id bin al-Musayyib - demi Allah - adalah termasuk dari para mufti (ahli fatwa)."
Qotadah, Makhul, az-Zuhri dll berkata: "Tidaklah aku melihat seorang yang lebih alim daripada Sa'id bin al-Musayyib."
Ali bin al-Madini berkata: "Aku tidaklah mengetahui salah seorang dari kalangan tabi'in yang lebih luas ilmunya daripada Sa'id bin al-Musayyib. Dan dia menurutku adalah seorang tabi'in yang paling mulia."
Maimun bin Mihran berkata: "Aku datang ke kota Madinah, maka aku bertanya kepada penduduk Madinah tentang orang yang paling pandai diantara mereka. Maka mereka pun mengarahkanku kepada Sa'id bin al-Musayyib." Inilah perkataan Maimun bin Mihran-seorang tabi'i dalam keadaan di kota tersebut masih ada Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah.[4]
Umar bin Abdil Aziz berkata: "Tidaklah ada seorang alimpun di kota Madinah kecuali ia mendatangiku dengan ilmunya, adapun aku maka aku mendatangi Sa'id bin al-Musayyib dengan apa yang ada pada sisinya dalam hal ilmu."
Cobaan
Telah menjadi sunnatullah (ketetapan Alloh) bahwasanya setiap manusia  yang hidup di muka bumi pasti akan mengalami cobaan atau ujian.
Alloh berfirman di dalam QS. al-Ankabut ayat 2:
|=Å¡ymr& â¨$¨Z9$# br& (#þqä.uŽøIムbr& (#þqä9qà)tƒ $¨YtB#uä öNèdur Ÿw tbqãZtFøÿãƒ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. al-Ankabut: 2)
Dan Rasulullah bersabda :
"Orang yang paling keras cobaannya adalah dari kalangan para nabi kemudian orang yang semisalnya dan orang yang semisalnya."
Diceritakan di masa berkuasanya sahabat Abdullah bin Zubair bahwa beliau mewakilkan kota Madinah kepada Jabir bin al-Aswad az-Zuhri. Dia (Jabir) menyeru manusia untuk berbaiat kepada Ibnu Zubair. Maka berkatalah Sa'id: "Aku tidak mau berbaiat sampai manusia semuanya sepakat untuk membaiatnya". Maka diapun dicambuk sebanyak 60 cambukan. Sampailah kabar tersebut kepada Ibnu Zubair dan beliau menulis surat celaan kepada Jabir dan memerintahkan untuk membiarkan Sa'id bin al-Musayyib.
Kemudian pula di masa berkuasanya khalifah al-Walid bin Abdil Malik dan Sulaiman bin Abdil Malik. Beliau diminta untuk berbaiat kepada keduanya namun beliau tidak segera menyambutnya dan menunggu situasi kondusif terlebih dahulu. Maka beliau dicambuk sebanyak 60 cambukan dan diarak dihadapan masyarakat dalam keadaan hanya memakai celana pendek kemudian setelah itu dijebloskan ke dalam penjara.
Kemudian pula beliau pernah disiksa oleh Abdul Malik bin Marwan berupa cambukan sebanyak 50 kali kemudian dijemur di panas matahari dalam keadaan hanya memakai celana pendek.
Dan bentuk cobaan yang lain adalah pemerintah yang berkuasa pada saat itu melarang kaum muslimin untuk duduk bermajelis dengan beliau.
Namun beliau menghadapi semua itu dengan penuh kesabaran dan selalu mengharap datangnya pertolongan dari Alloh Ta'ala.
Wafat
Beliau wafat pada tahun 94 Hijriyah karena sakit keras yang menimpanya. Dan tahun tersebut dikenal sebagai Tahun Fuqoha, karena banyaknya para fuqoha (ulama ahli fikih) yang meninggal pada tahun tersebut.   
Daftar rujukan:
  1. Siyar A’lamin Nubala’
  2. Al-Bidayah Wa Nihayah
  3. Tadzkiratul Huffazh
  4. Tahdzibut Tahdzib
  5. Taqribut Tahdzib
dirangkum oleh Abu 'Abdirrahman Muhammad Rifqi dan Abu Abdillah Kediri


[1] Namun hal ini bukan menunjukkan bahwa beliau lebih utama daripada para shahabat yang masih hidup ketika itu. Bahkan para shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang terbaik dan paling utama sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada seorang pun yang datang setelah mereka -sampai hari kiamat nanti- yang lebih utama dan lebih baik daripada para shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
[2] Salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berkuasa antara tahun 64 H sampai 86 H.
[3] Memang benar keempat anak Abdul Malik kemudian menjadi khalifah, yaitu Al-Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam.
[4] Sekali lagi ini bukan menunjukkan bahwa beliau lebih mulia dan lebih baik daripada ‘Abdullah bin ‘Abbas  dan Abu Hurairah. Pernyataan ini disebutkan sebatas untuk menggambarkan bagaimana luasnya ilmu beliau tentang agama ini. Ahlussunnah tetap berada di atas aqidah bahwa para shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang yang paling baik dan paling utama sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
 

Selasa, 01 April 2014

Tempat-Tempat Yang Banyak Ditemukan Para Syaitan

rumah-kuburan

Tempat-Tempat Yang Banyak Ditemukan Para Syaitan


Tempat-tempat yang banyak ditemukan para syaitan diantaranya :
1. Tempat peristirahatan unta.
Dalam hadits Abdullah bin Mughaffal radiyallohu ‘anhu berkata, bersabda ..Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam:
صَلُّوا فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ وَلاَ تُصَلُّوا فِى أَعْطَانِ الإِبِلِ فَإِنَّهَا خُلِقَتْ مِنَ الشَّيَاطِينِ
” Shalatlah kalian di tempat peristirahatan (kandang) kambing dan janganlah kalian shalat di tempat peristirahatan (kandang) unta karena sesungguhnya unta itu diciptakan dari syaitan.” (HR. Ahmad (4/85), Ibnu Majah (769) dan Ibnu Hibban (5657) dan selainnya).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah sebagaimana yang disebutkan di dalam “Majmu Fatawa” (19/41) ketika menjelaskan tentang penyebab dilarangnya shalat di tempat peristirahatan unta. Yang benar bahwa penyebab (dilarangnya shalat) di kamar mandi, tempat peristirahatan unta dan yang semisalnya adalah karena itu adalah tempat-tempat para setan.
2. Tempat buang air besar dan kecil
Dalam hadits Zaid bin Arqam radiyallohu ‘anhu, dan selainnya yang diriwayatkan oleh Ahmad (4/373), Ibnu Majah (296), Ibnu Hibban ( 1406), Al Hakim (1/187) dan selainnya bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda :
إِنَّ هَذِهِ الْحُشُوشَ مُحْتَضَرَةٌ ، فَإِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
” Sesungguhnya tempat-tempat buang hajat ini dihadiri (oleh para setan, pen), maka jika salah seorang dari kalian hendak masuk kamar mandi (WC), ucapkanlah “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari setan laki-laki dan setan perempuan.”
الْخُبُثِ adalah setan laki-laki dan الْخَبَائِثِ adalah setan perempuan. Demikian banyak orang yang terkena gangguan jin adalah di tempat-tempat buang hajat.
3. Lembah-lembah. Sesungguhnya jin dan setan ditemukan di lembah-lembah dan tidak ditemukan di pegunungan. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam “Majmu Fatawa” (19/33) : “Lembah-lembah adalah tempatnya kaum jin karena sesungguhnya mereka lebih banyak ditemukan di lembah-lembah daripada di dataran tinggi.”
4. Tempat sampah dan kotoran.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam “Majmu Fatawa” (19/41) : “(Para Setan) ditemukan di tempat-tempat bernajis seperti kamar mandi dan WC, tempat sampah, kotoran serta pekuburan.”
5. Pekuburan.
Telah datang dari hadits Abu Said Al Khudri radiyallohu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
” Permukaan bumi itu semuanya masjid (bisa dijadikan tempat untuk shalat, pen) kecuali pekuburan dan kamar mandi.” (HR. Ahmad (3/83), Abu Daud (492), Tirmidzi (317), Ibnu Hibban (1699), Al Hakim (1/251) serta yang lainnya).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah sebagaimana yang disebutkan di dalam “Majmu Fatawa” (19/41) ketika berbicara tentang tempat-tempat jin : “Pada pekuburan itu terdapat sarana menuju kesyirikan sebagaimana pekuburan juga menjadi tempat mangkalnya para syaitan Lihat ucapan beliau sebelumnya. Para syaitan menuntut orang yang hendak menjadi tukang sihir untuk selalu tinggal di pekuburan. Dan disanalah para syaitan turun mendatanginya dan tukang sihir itu bolak balik ke tempat ini. Para syaitan menuntutnya untuk memakan sebagian orang-orang mati.
6. Tempat yang telah rusak dan kosong.
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam “Al Adab Al Mufrad” (579) dari Tsauban radiyallohu ‘anhu berkata : Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, berkata kepadaku :
لا تسكن الكفور فإِن ساكن الكفوركساكن القبور
” Janganlah kamu tinggal di tempat yang jauh dari pemukiman karena tinggal di tempat yang jauh dari pemukiman itu seperti tinggal di kuburan.”
Hadits ini hasan. Berkata lebih dari satu ulama bahwa Al Kufuur adalah tempat yang jauh dari pemukiman manusia dan hampir tidak ada seorang pun yang lewat di situ. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sebagaimana yang disebutkan dalam “Majmu Fatawa” (19/40-41) ketika berbicara tentang jin : “Oleh karena itu, (para syaitan) banyak ditemukan di tempat yang telah rusak dan kosong.”
7. Lautan
Dalam hadits Jabir radiyallohu ‘anhu berkata : Bersabda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam :
إن إبليس يضع عرشه على البحر ثم يبعث سراياه
” Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas lautan dalam riwayat lain di atar airdan kemudian dia pun mengutus pasukannya.
(HR. Muslim: 2813).
Dan juga datang dari hadits Abu Musa radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan yang lainnya dan hadits ini shahih. Sebagian ulama menyebutkan bahwa lautan yang dimaksud adalah samudera “Al Haadi” karena di sanalah tempat berkumpulnya semua benua.
8. Celah-celah di bukit.
Telah datang hadits Ibnu Sarjis radiyallohu ‘anhu dia berkata: bersabda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam :
لايبلون أَحدكم في الجحر
” Janganlah salah seorang diantara kalian kencing di lubang…”
Mereka berkata kepada Qatadah: “Apa yang menyebabkan dibencinya kencing di lubang?”, dia berkata : “Disebutkan bahwa itu adalah tempat tinggalnya jin”. Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad (5/82), Abu Daud (29), An Nasaai (34), Al Hakim (1/186) dan Al Baihaqi (1/99). Lebih dari satu ulama yang membenarkan bahwa Qatadah mendengar dari Abdullah bin Sarjis radiyallohu ‘anhu,. Lihat ktab “Jami’ At Tahshiil.”
Hadits ini dishahihkan oleh Al Walid Al Allamah Al Wadi’i dalam “Ash Shahih Al Musnad Mimma Laisa fii Ash Shahihain” (579).
9. Tempat-tempat kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan
Para setan ditemukan di setiap tempat yang di dalamnya manusia melakukan kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan. Tidaklah dilakukan kebid’ahan dan penyembahan kepada selain Allah Subhaanahu wat’ala, kecuali syaitan memiliki andil yang cukup besar di dalamnya dan terhadap para pelakunya.
10.Rumah-rumah yang di dalamnya dilakukan kemaksiatan
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasalla, bersabda :
أن الملائكة لا تدخل بيتا فيه كلب ولا صورة
” Sesungguhnya malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar.” (HR. Al Bukhari: 3226 dan Muslim : 2106 dari hadits Abu Thalhah dan Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma dan datang pula dari para sahabat yang lain).
Jika malaikat tidak masuk ke dalam rumah, maka syaitanlah yang masuk adalah syaitan karena malaikat adalah tentara-tentara Allah Subhaanahu wata’ala yang diutus untuk menjaga kaum mukminin dan menolak kemudharatan dari mereka. Termasuk kebodohan adalah jika seorang muslim mengusir malaikat dari rumahnya yang menyebabkan masuknya jin dan setan ke dalamnya. Maka makmurkanlah rumah itu dengan dzikir kepada Allah Subhaanhu wata’ala, ibadah, dan membaca Al Qur’an. Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda :
لا تجعلوا بيوتكم مقابر إن الشيطان ينفر من البيت الذي تقرأ فيه سورة البقرة
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai pekuburan karena sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan Surat Al Baqarah.” (HR. Muslim (780), Ahmad (2/337), Tirmidzi (2877) dan selainnya).
11. Pasar-pasar
Telah datang dari Salman radiyallohu ‘anhu, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (2451) dan selainnya berkata :
لا تكونن إن استطعت أول من يدخل السوق ولا آخر من يخرج منها فإنها معركة الشيطان وبها ينصب رايته
” Janganlah engkau menjadi orang pertama yang masuk pasar jika engkau mampu dan jangan pula menjadi orang paling terakhir yang keluar darinya pasar karena pasar itu adalah tempat peperangan para syaitan dan disanalah ditancapkan benderanya.”
Ucapan ini memiliki hukum marfu (disandarkan kepada Rasululla Shallallohu ‘alaihi wasallam, pen). Yang dimaksud dengan ا لمعر كة dalam kata ” معركة الشيطان ” adalah tempat peperangan para syaitan dan mereka menjadikan pasar sebagai tempat perang tersebut karena dia mengalahkan mayoritas penghuninya disebabkan karena mereka lalai dari dzikrullah dan gemar melakukan kemaksiatan.
Dan ucapannya ” وبها ينصب رايته ” (dan dengannya dipasang benderanya), merupakan isyarat ditemukannya para syaitan untuk mengadu domba sesama manusia.
Oleh karena itu, pasar merupakan tempat yang dibenci oleh Alla Subhaanahu wata’ala. Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
أ حب البلا د إلى الله مساجدها وأبغض البلا د إلى الله أ سواقها
” Tempat yang paling disukai oleh Allah adalah masjid dan tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (671) dan selainnya dari hadits Abu Hurairah radiyallohu ‘anhu. Demikianlah para setan berkumpul di tempat-tempat yang di dalamnya gemar dilakukan perbuatan maksiat dan kemungkaran.
12. Jin dan para setan berkeliaran di jalan-jalan dan lorong-lorong. Dalam hadits Riwayat Bukhari (3303) dan Muslim (2012) dari Jabir radiyallohu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا كان جنح الليل فكفوا صبيانكم فإن للجن انتشارا وخطفة وأطفئوا المصابيح عند الرقاد فإن الفويسقة ربما اجترت الفتيلة فأحرقت أهل البيت
” Jika telah datang malam, maka cegahlah anak-anak kalian untuk keluar karena sesungguhnya jin itu berkeliaran dan melakukan penculikan. Matikan lentera di saat tidur karena sesungguhnya binatang fasik (tikus, pen) itu kadang menarik sumbu lampu sehingga membakar penghuni rumah tersebut”.

Sumber : http://www.salafybpp.com/

Janganlah Kalian Takut Kepada Manusia dan Takutlah Kalian Kepada Allah…

almaidah-44

Janganlah Kalian Takut Kepada Manusia dan Takutlah Kalian Kepada Allah…


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Janganlah kalian takut kepada manusia dan takutlah kalian kepada-Ku.” (Al-Maidah: 44) , simak risalah macam macam takut berikut ini.
Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang muslim adalah takut kepada Allah. Sifat ini akan menjaga pemiliknya untuk tidak berbuat maksiat kepada-Nya.
Menelusuri kehidupan untuk mencari kebahagiaan yang hakiki sungguh sangat sulit. Kita harus melalui pertarungan-pertarungan yang sengit, jalan-jalan yang terjal dan berjurang penuh dengan duri. Jika salah melangkah hanya akan didapati dua kemungkinan dan tidak ada kemungkinan yang ketiga. Pertama, akan menjadi orang yang terselamatkan sehingga selamat (dunia akhirat) dan kedua, menjadi orang yang binasa dan celaka.
Masih beruntung jika terselamatkan sehingga bisa kembali berjuang dengan menerjang badai yang ganas dan dahsyat tersebut. Namun sungguh malang jika setelah terselamatkan tidak bisa berjuang, dan tidak bisa bangkit menyelamatkan diri. Lawan bertarung adalah sangat kuat. Itulah Iblis dan tentara-tentaranya dari kalangan jin dan manusia serta lawan yang ada pada diri kita yang disebut nafsu.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan kepada yang jelek.” (Yusuf: 53)
Adapun jalan-jalan yang terjal dan berjurang serta penuh dengan duri itu adalah segala yang diharamkan Allah yang menghiasi kehidupan ini.
Di sinilah letak pentingnya rasa takut yang harus menghiasi perjuangan kita. Yang akan membentengi diri kita dari terjatuh ke lubang yang penuh dengan duri dan mengokohkan kita agar tidak terseret hawa nafsu yang dikendarai oleh Iblis dan tentara-tentaranya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Amalan hati seperti tawakkal, takut, berharap, dan sejenisnya serta sabar adalah wajib menurut kesepakatan para ulama.” (Al-Ikhtiyarat, hal. 85)
Kedudukan Takut dalam Agama
Takut merupakan bentuk ibadah hati yang memiliki kedudukan agung dan mulia di dalam agama bahkan mencakup seluruh jenis ibadah. Takut adalah salah satu dari rukun ibadah dan merupakan syarat iman. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab beliau Ighatsatul Lahfan (1/30) berkata: “Termasuk dari tipu daya musuh Allah adalah menakut-nakuti orang beriman dari bala tentara dan wali-wali mereka (wali setan) agar orang-orang beriman tidak memerangi mereka, menyeru mereka (orang-orang yang beriman) kepada kemungkaran dan mencegah mereka dari kebajikan. Allah subhanahu wa ta’ala memberitahukan kepada kita bahwa yang demikian ini adalah tipu daya setan dan merupakan ketakutan yang mereka tanamkan. Allah subhanahu wa ta’ala telah melarang kita untuk takut kepada setan tersebut, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
Sesungguhnya mereka itu tidak lain adalah setan dengan kawan-kawannya yang menakut-nakuti kamu, karena itu janganlah kamu takut kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar beriman.” (Ali Imran: 175)
Tatkala iman seorang hamba kuat, maka akan hilang rasa takut terhadap wali-wali setan. Dan tatkala melemah imannya akan menjadi kuat ketakutan tersebut. Maka ayat ini (Ali Imran: 175) menunjukkan bahwa keikhlasan untuk memiliki rasa takut kepada Allah termasuk syarat iman.”
Takut adalah Ibadah
Disamping memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama, ‘takut’ juga merupakan salah satu dari perintah-perintah Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana di dalam firman-Nya:
Sesungguhnya mereka itu tidak lain adalah setan dengan kawan-kawannya yang menakut-nakuti (kamu), karena itu janganlah kalian takut kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (Ali Imran: 175)
Maka janganlah kalian takut kepada manusia dan takutlah kalian kepada-Ku.” (Al-Maidah: 44).
Dari kedua ayat di atas dan ayat-ayat yang lain maka sungguh sangat jelas bahwa takut itu termasuk dari ibadah, bahkan ibadah yang paling mulia. Dan Allah tidak akan memerintahkan melainkan untuk suatu kemuliaan.
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam kitab beliau Al-Ushuluts Tsalatsah mengatakan: “Macam-macam ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah seperti Islam, Iman, dan Ihsan, dan juga termasuk berdoa, takut, berharap, tawakkal, cinta, rahbah (salah satu jenis takut), khasyah (juga salah satu jenis takut), khusyu’, bertaubat, meminta pertolongan, meminta perlindungan, menyembelih, bernadzar, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, semuanya milik Allah semata berdasarkan firman-Nya:
Dan bahwasanya masjid-masjid ini adalah milik Allah maka janganlah kamu berdoa kepada selain-Nya disamping berdoa kepada Allah.” (Al-Jin: 18)
Barangsiapa berpaling sedikit saja kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala maka dia seorang musyrik dan kafir.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam kitab beliau Fathul Majid mengatakan: “Takut berkedudukan tinggi dan mulia di dalam agama dan termasuk jenis ibadah yang banyak cakupannya yang wajib hanya diberikan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.”
Dalil Takut adalah Ibadah
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Mereka (malaikat) takut kepada Rabb mereka dan melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka.” (An-Nahl: 50)
Orang-orang yang menyampaikan risalah Allah mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seorang pun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.” (Al-Ahzab: 39).
Maka janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kalian kepada-Ku.” (Al-Baqarah: 150).
Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menjelaskan tentang takut. Adapun dari Sunnah Rasulullah, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tujuh golongan orang yang akan mendapatkan perlindungan pada hari yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungan dari Allah, di antaranya seorang hamba yang “diajak” oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, dan dia mengatakan: ‘Aku takut kepada Allah’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no.629 dan Muslim no. 1031 dari hadits Abu Hurairah) Syaddad bin Aus radiallahuanhu berkata: telah berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Demi kemuliaan dan keagunganku, aku tidak akan menghimpun pada diri hamba-hamba-Ku dua rasa aman dan dua rasa takut. Jika dia merasa aman dari-Ku di dunia, maka Aku akan beri rasa takut pada hari Aku menghimpun hamba-hamba-Ku. Dan jika dia takut kepada-Ku di dunia maka Aku akan berikan rasa aman pada hari Aku menghimpun hamba-hamba-Ku.” (HR. Abu Nu’aim dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shahihah no. 742)
Macam-macam Takut
Para ulama telah membagi jenis takut menjadi beberapa bagian, di antara mereka ada yang membagi lima, empat, dan ada yang membagi menjadi tiga, yaitu:
Pertama, takut ibadah.
Yaitu takut yang diiringi dengan penghinaan diri, pengagungan, dan ketundukan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Kedua, takut syirik.
Takut syirik yaitu memberikan takut ibadah kepada selain Allah. Barang siapa yang memberikannya kepada selain Allah maka dia telah melakukan kesyirikan yang besar, seperti takut kepada orang mati, takut kepada dukun-dukun, takut kepada wali-wali yang dianggap bisa memberikan manfaat dan mudharat, dsb.
Perbuatan ini akan mengekalkan pelakunya di dalam neraka, mengeluarkannya dari Islam, dan menghalalkan darah dan hartanya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Janganlah kalian takut kepada manusia dan takutlah kalian kepada-Ku.” (Al-Maidah: 44)
Ketiga, takut tabiat.
Yaitu takut kepada hal-hal yang bisa membahayakan jiwa seseorang, seperti takut kepada musuh, binatang buas, api, dan sebagainya. Takut jenis ini dibolehkan selama tidak melampaui batas. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman menceritakan kisah Nabi Musa alaihisallam:
“Dia keluar dari negerinya dalam keadaan takut yang sangat.” (Al-Qashash: 21)
Pertanyaannya, bagaimana hukumnya takut kepada selain Allah? Jawabannya harus dirinci. Bila takut kepada selain Allah menyebabkan sampai menghinakan diri di hadapannya maka termasuk syirik. Jika ketakutannya itu menyebabkan ia melakukan yang diharamkan dan meninggalkan kewajiban maka takut ini termasuk maksiat dan berdosa. Jika takutnya adalah takut tabiat seperti takut kepada air deras yang bisa menghanyutkan dirinya, hartanya, atau anaknya, maka takut yang demikian itu adalah boleh. Wallahu a’lam.
Sumber bacaan:
1 Al Qur’an
2 Al-Qaulul Mufid Syarah Kitabut Tauhid, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin
3 Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid, Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan
4 Al-Qaulul Mufid, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Yamani
5 Al-Ushuluts Tsalatsah, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Dikutip dari http://www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawawi , Judul:Takutlah Kepada Allah

Selasa, 25 Maret 2014

DAUROH CIKARANG BULAN APRIL 2014

DAUROH CIKARANG BULAN APRIL 2014

Bismillah..
Dengan mengharap wajah Allah semata...
Hadir dan Dengarkan ! Kajian ilmiyah yang akan di laksanakan insyaALLAH pada :
Hari/tgl : Ahad, 13 april 2014
Tempat : Masjid Al Munawwar Ds Wangun Harja Rt 06 Rw 03 Cikarang Utara
Waktu : Jam 09:00 s/d Menjelang 'asar
Peserta : khusus ikhwan
Pemateri : Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsary
Tema :
" Menyingkap Kesesatan Agama Syiah "
Mukaddimah / tausyiah : Al Ustadz Abul Hasan Al Wonogiri
Informasi hubungi :
Abu azkiya 085717652496
Abu Ariq 085694794458
Abu Rizky 081311190079
Abu Hudzaifah 085715521845
Informasi Umum :
Abu Fadhillah 085810573123/085215570199
Live streaming insyaALLAH di
- Radio Al Muwahhidiin www.almuwahhidiin.com
* Al Muwahhidiin Radio 1 http://live.almuwahhidiin.com:8899
* Al Muwahhidiin Radio 2 http://almuwahhidiin.onlivestreaming.net:8181/stream
- Radio salafy cileungsi
- Radio Rasyid
Dll
 IMG-20140322-WA0006

SEMUA KARENA CINTA : INILAH ALASAN MENGAPA SEORANG WANITA RELA MENJADI ISTERI TERORIS

IMG_20120910_151437 

SEMUA KARENA CINTA : INILAH ALASAN MENGAPA SEORANG WANITA RELA MENJADI ISTERI TERORIS

Judul Asli: Karena Cinta Menjadi Teroris
Oleh: Abu Mujahid
Cinta sering membutakan mata-hati seseorang. Sesuatu yang menjadi prinsip hidup, karena cinta, bisa menjadi seonggok sampah yang dibuang begitu saja di selokan depan rumah. Sebaliknya, karena cinta, sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani dapat diterima, didekap erat-erat lalu dibawa sampai mati.
Cinta pun dapat membuat seseorang menjadi teroris atau hanya sekedar mendukung terorisme.
Ketika berita kematian Noordin M. Top diekspos beramai-ramai di media, seorang ibu rumah tangga di Jakarta tidak habis pikir, ada wanita-wanita yang mau diperistri seorang teroris. Noordin memang dikenal sebagai pria dari negeri jiran yang berpoligami. Meski terkesan sepele, kenyataan ini tetap mengundang kita untuk berpikir juga.

Salah seorang istri Noordin bernama Munfiatun. Berdasarkan laporan Internasional Crisis Group nomor 114 yang berjudul “Terorisme di Indonesia: Jaringan Noordin Top,” Munfiatun pernah kuliah di Universitas Brawijaya, Malang. Dalam laporan yang bertanggal 5 Mei 2006 itu, wanita muda yang dimaksud memiliki keinginan untuk diperistri seorang mujahid.
Lewat perantaraan seorang teman kuliahnya, keinginan itu terkabulkan juga. Ia dinikahi Noordin sebagai istri kedua. Pernkahan mereka itu berlangsung dalam suasana pelarian. Sebab, waktu itu, Polri telah menetapkan Noordin sebagai otak di balik sejumlah peledakan bom di Indonesia. Noordin menjadi orang kedua yang paling dicari-cari polisi setelah Dr. Azahari.
Berbeda dengan Ali Ghufran alias Mukhlas. Ia menikah dengan adik Nasir Abas, penulis buku Membongkar Jamaah Islamiyah. Wanita yang diperistri Mukhlas ini tidak lebih dari gadis muda yang masih sekolah menengah. Dalam otobiografi yang pernah ditulisnya di tahanan Polda Bali, Mukhlas melukiskan calon istrinya itu sebagai seorang gadis manis berkerudung putih dan berseragam putih-biru yang sedang bermain tali bersama teman-temannya.
Ayah si gadis-lah yang pertama kali menawari Mukhlas. Semula, gadis manis itu tidak setuju dan menolak mentah-mentah penjodohan itu. Akhirnya, lewat bujukan kakaknya, berhari-hari kemudian, Mukhlas pun diterima sebagai calon suami. Pernikahan itu berlangsung di rumah orangtuanya di Malaysia.
Mukhlas sendiri butuh waktu untuk mengajari istrinya agama Islam. Sebagai mantan pengajar di Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, usaha itu rupanya tidak sulit dijalani. Beberapa bulan setelah pernikahan, istri Mukhlas mengakui bahwa dirinya menyesal sempat menolak penjodohan itu di awal kali. Ia malah bersyukur memiliki suami yang beragama baik seperti Mukhlas.
Jangan pula kita bayangkan istri Osama bin Laden sebagai wanita gagah yang berapi-api teriak, “Bakar, bakar Amerika!”, meski suaminya lantang berfatwa, “Membunuh orang-orang Amerika dan sekutu-sekutunya—sipil ataupun militer—adalah tugas tersendiri bagi setiap muslim yang dapat melakukannya di negara mana pun yang dimungkinkan untuk melaksanakannya.”
Dalan Inside the Kingdom: Kisah Hidupku di Arab Saudi, Carmen bin Laden justru melukiskan istri Osama itu, Najwa, sebagai seorang wanita mungil dan perasa tapi sangat penurut kepada suaminya. Ia menyusui anak-anak Osama dengan khidmat persis seorang ibu tua di salah satu desa Jawa Tengah. Sekarang, setelah kematian Osama, kita bisa bayangkan Najwa sebagai seorang janda yang menerima takdir apa adanya.
Bahwa cinta dapat mempertahankan seseorang menjadi istri seorang teroris, bukan cerita baru. Orang-orang yang anti feminisme kemungkinan besar akan menganggap itu semua sebagai kelemahan yang jamak dimiliki seorang wanita: sering tidak bisa berpikir sehat dan melulu pakai perasaan.
Akan tetapi, mereka, agaknya, belum tahu, bahwa sejarah Islam justru mencatat yang lebih dari itu: karena cinta, seorang pria cerdas menjadi teroris. Ia terpikat paras cantik seorang wanita, tertipu, dan mengorbankan hidupnya yang beharga untuk menjadi muslim-teroris. Kelompok Islam-teroris sudah muncul di awal sejarah peradaban Islam. Dan mereka itu disebut dengan kaum Khawarij.
***
Di kalangan peneliti hadis nabawi, Shahih Al Bukhari adalah sebuah antologi hadis yang diterima sekaligus dikagumi sepanjang masa. Namun, tanpa mengurangi rasa hormat mereka kepada Imam Al Bukhari, ada beberapa kritik yang mereka ajukan terkait dengan beberapa hadis dalam karya tersebut. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imran bin Hittan As Sadusi. Ternyata, hadis-hadis yang diriwayatkan Imran bin Hittan didapati pula di dalamSunan Abi Dawud dan Jami’ At Tirmidzi.
Kritik para pakar ilmu hadis itu mengacu kepada diri periwayat hadis, bukan isi hadisnya. Hal inilah yang mengundang tanya pada kita. Siapa Imran bin Hittan yang dimaksud?
Imran bin Hittan As Sadusi Al Basari adalah salah seorang yang cerdas. Ia pernah mendatangi Aisyah Al Humaira, Abu Musa Al Asyari, dan Abdullah bin Abbas. Kepada ketiga sahabat Nabi Muhammad ini, Imran bin Hittan belajar dan mendapatkan hadis-hadis Nabi Muhammad. Karena hadis-hadis itu pula kemudian, ia didatangi oleh pemuka-pemuka generasi Tabiin seperti Muhammad bin Sirin, Qatadah bin Diamah As Sadusi dan Yahya bin Abi Katsir.
Selain pernah belajar langsung kepada sahabat-sahabat Nabi Muhammad, Imran dikenal sebagai penyair yang genial; ia bisa menggubah syair-syair Arab yang bagus. “Imran bin Hittan,” puji Al Farazdaq suatu hari, “bisa berkata-kata dengan tutur-kata kita. Tapi kita tak pernah bisa bertuturkata dengan kata-katanya.” Al Farazdaq dikenal sebagai salah seorang penyair besar Arab. Akan tetapi, reputasi Imran akhirnya hancur berantakan setelah ia menjadi pengikut Khawarij.
Khawarij adalah salah satu kelompok yang menyempal dari barisan kaum muslimin. Mereka senang dan gampang mengafir-ngafirkan pemeluk Islam yang melakukan suatu dosa besar selain syirik dan memvonisnya kekal di dalam neraka jika tidak bertobat sebelum meninggal dunia. Karena itulah, mereka membolehkan membunuh siapa saja yang dianggap kafir, meskipun itu orang Islam atau para utusan diplomatik negara-negara non-muslim atau hanya sekedar para pelancong non-muslim.
Bermula dari seorang wanita yang dilihatnya suatu hari, Imran terpesona dengan kecantikannya. Muncul hasrat untuk menikahi wanita itu. Meski telah diberitahu bahwa wanita itu pengikut kelompok Khawarij, Imran tidak peduli. “Akan kupengaruhi dia,” kata Imran. Dengan kapasitas kecerdasan yang dimilikinya, Imran bertekad menyadarkan wanita itu setelah dinikahi nanti. Sebagai seorang istri, tentu saja akan mudah bagi Imran untuk menasehati dan mengajaknya bertobat dari keyakinan yang dipeluk selama ini.
Ternyata tidak mudah. Yang terjadi kemudian justru Imran-lah yang dipengaruhi oleh istri tersebut. Lambat laun, Imran pun berubah. Dan sejak saat itu, ia bergabung ke dalam barisan Khawarij dan menjadi salah seorang pembesar yang pernah dimiliki kelompok itu sepanjang sejarah.
Banyak orang yang tidak percaya. Tapi, bagaimana pun, perubahan sikap Imran menjadi perbincangan orang ramai waktu itu sampai khalifah Abdul Malik bin Marwan pun tahu. Menghindari panggilan khalifah, Imran pergi ke utara Jazirah Arab. Pada tahun 84 Hijriah, Imran meninggal dunia.
***
Dari semula yang menghormati Ali bin Abi Thalib, Imran menjadi pencelanya. Dalam salah satu syair yang digubahnya, Imran menjelek-jelekkan menantu Nabi Muhammad itu. Imran bahkan memuji orang yang membunuh Ali bin Abi Thalib sebagai pembunuh yang diberi cahaya terang oleh Allah.
Sikap Imran demikian termasuk salah satu ciri khas orang-orang Khawarij waktu itu. Mereka tidak menyukai Ali bin Abi Thalib dan menganggapnya boleh dibunuh. Di mata mereka, Ali telah kafir karena kebijakannya dalam perang Shiffin—satu perang saudara yang terjadi antara Ali dan Muawiyah bin Abi Sufyan.
Bagi para pencari hadis dan pakar ilmu hadis, orang-orang seperti Imran adalah mereka yang diragukan keabsahan hadis-hadisnya. Biasanya, para pengikut kelompok sesat memalsukan atau memelintirkan hadis-hadis yang mereka sampaikan untuk membenarkan ideologi dan aksi-aksi mereka.
Imam Safei termasuk imam kaum muslimin yang meragukan hadis-hadis mereka. Bahkan, disebutkan di dalam Al-Ba’its Al-Hatsits Syarhu Ikhtishar ‘Ulum Al-Hadits, Imam Safei menolak mentah-mentah hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang Syiah.
***
Kisah yang serupa juga terjadi pada orang yang telah dipuji Imran itu. Karena cinta pula, Abdurrahman bin Muljam bersedia membunuh Ali bin Abi Thalib. Padahal, waktu itu, Ali adalah pemimpin kaum muslimin (baca: amirul mukminin). Ali menjabat sebagai khalifah setelah khalifah Usman bin Affan dibunuh oleh orang-orang Khawarij.
Semula, sebagaimana dikatakan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis, Abdurrahman bin Muljam adalah seorang yang pandai membaca Al Qur’an. Ia diminta oleh Umar bin Khattab untuk mengajarkan Al Qur’an kepada orang-orang yang baru masuk Islam di daerah yang baru ditaklukkan. Masa pemerintahan Umar dikenal sebagai masa yang penuh dengan pembukaan daerah-daerah baru. Dan seorang pengajar Al Qur’an waktu itu adalah orang yang hafal Al Qur’an sekaligus pandai membaca dan memahami kandungannya.
Sayangnya, di masa pemerintahan Ali, Abdurrahman tergabung ke dalam barisan Khawarij. Ketika perang antara pasukan Ali dan orang-orang Khawarij terjadi di Nahrawan, Abdurrahman termasuk orang-orang yang berhasil menyelamatkan diri dari kematian. Ia berencana membalaskan dendam rekan-rekannya yang terbunuh kepada Ali.
Rencana itu makin menguat, ketika suatu hari Abdurrahman bertemu dengan seorang wanita cantik di masjid kota Kufah. Ayah dan kakak wanita ini terbunuh pada perang di Nahrawan. Terpikat oleh kecantikannya, Abdurrahman berusaha meminang wanita itu. Ternyata, mahar yang diajukan sebagai syarat pernikahan mereka adalah uang 3000 dirham, sepasang budak, dan kematian Ali bin Abi Thalib.
Abdurrahman akhirnya menyanggupi mahar untuk wanita itu. Berbekal pedang tajam yang telah diasah selama 40 hari, ia mengintai rumah Ali. Ketika Ali keluar untuk mengimamin salat Subuh di masjid Kufah, Abdurrahman menghantam kepala Ali dengan pedang itu. Peristiwa ini terjadi pada malam 17 Ramadan tahun 40 Hijriah. Abdurrahman sendiri dihukum mati tidak lama kemudian.
Satu hal yang menarik, dalam melaksanakan rencananya, Abdurrahman menggunakan kamuflase sedemikian rupa. Ia ingin teman-temannya sesama kelompok Khawarij tidak mengetahui dirinya ketika hendak menjalankan rencana itu. Dari sini, kita pun tahu, kamuflase adalah salah satu ciri orang-orang Khawarij dulu yang kemudian diwariskan ke para penerus mereka. Bahwa kelompok-kelompok Islam-teroris sekarang ini juga sering menggunakan kamuflase, itu tidaklah mengherankan kita.

sumber